Sabtu, Desember 22, 2007

Features : Menanti Natal di Atas Puing-puing Rumah

Meski kehidupan ekonomi keluarganya, tak seperti tahun sebelumnya. Namun Juliana Tarasen, perempuan asal Serui yang mempunyai dua orang anak dan satu orang cucu itu, tetap merayakan Natal dengan mengucap syukur dan merenungkan makna keselamatan yang sesungguhnya.

Oleh : Defrianti

Sejak 1976 lalu, perempuan asal Ansus, Serui telah menginjakkan kakinya ke kota Jayapura dan bermukim di salah satu kawasan pesisir pantai Hamadi hingga memiliki dua oranak anak serta seorang cucu.
Sebuah rumah, dengan dinding terbuat dari kayu dan atap dari seng aluminium yang terletak dekat pasar membuat perempuan bernama Juliana Tarasen (46) yakin kehidupan ekonomi keluarganya akan membaik.
Namun harapan itu, sirna ketika sang jago merah 2006 melahap pasar sentral Hamadi yang menjadi sumber mata pencahariannya untuk mengais rejeki.
“ Sewaktu pasar belum terbakar, saya biasa jualan sagu dan ikan asap ( asar) tetapi setelah peristiwa itu saya mencuci baju pedagang yang berada disekitar rumah, “ katanya.
Setelah peristiwa tersebut, perempuan asli Papua itu, memilih membantu suaminya yang bekerja sebagai nelayan, untuk mencari nafkah dengan menawarkan jasa mencuci pakaian karena tidak mempunyai modal untuk berjualan.
Juliana mengatakan, banyak petugas yang mendatangi rumah mereka untuk mendata keluarga miskin tetapi hingga saat ini belum ada bantuan yang diberikan untuk mengembangkan modal usahanya.
“ Sertifikat pelatihan dari berbagai instansi seperti dinas perikanan,perdangangan dan koperasi sudah menumpuk namun bantuan belum ada yang kami terima untuk mengembangkan hasil pelatihan, “ tambahnya.
Selain itu, dana pemberdayaan kampung senilai Rp100 juta yang diberikan pemerintah kepada kelurahan belum disalurkan kepada kelompok menengah maupun kecil untuk memberdayakan ekonomi kelompok tersebut.
Bahkan keanggotaannya dalam kelompok usaha bersama (kube) juga belum mendapat bantuan malahan orang lain yang berada dalam luar kelompok itu, yang menerima dana kube.
Juliana dengan tulus mengikhlaskan dana yang belum tersalurkan kepada rakyat miskin yang seharusnya menerima bantuan itu.
“ Biar saja mereka pakai uang itu, nanti Tuhan yang buka jalan untuk kami, “ ungkapnya.
Meskipun demikian, Ia mengakui dengan kondisi ekonominya yang pas-pasan tetap merayakan natal, sebab makna natal bukan perayaan dengan pesta-pora tetapi mengucap syukur kepada Tuhan dan merenungkan makna keselamatan dibalik pengorbanan Yesus.
“ Kemarin kami sekeluarga sepakat memberikan sumbangan sebesar Rp50 ribu untuk membeli gula dan membuat minuman kepada tamu maupun keluarga yang berkunjung sedangkan untuk makanan Ia bersyukur mendapat bantuan daging kurban dari mesjid yang tak jauh dari rumahnya, “ ujarnya.
Padahal, sebelum peristiwa kebakaran terjadi, perayaan natal dilalui tidak seperti saat ini, dirinya hanya bisa berserah diri dan menerima semua itu sebab rencana Tuhan indah pada waktunya.(**)

Tidak ada komentar: