Kamis, Januari 03, 2008

News : Kontribusi PT Freeport Bagi Masyarakat Masih Lemah

JAYAPURA--Kontibusi PT Freeport bagi kesejahteraan masyarakat Papua dinilai masih lemah. Sebab sejauh ini, perusahaan tambang emas raksasa tersebut hanya mementingkan royalti saja tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua, baik di wilayah sekitar tambang maupun masyarakat Papua pada umumnya.
Sorotan tersebut diungkapkan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golongan Karya Provinsi (Golkar) Papua, Yan L. Ayomi S. Sos di sela-sela acara silahturahmi DPD Partai Golkar Provinsi Papua dengan Wakil Ketua Umum (Waketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar yang juga Ketua DPR RI, Dr H.R. Agung Laksono di SwisS-Bell Hotel, Selasa (1/1).
“Freeport lebih mementingka royalti, tapi dilihat dari tingkat keuntungan hasil yang diperoleh, kontribusi yang diterima pemerintah dan masyarakat itu sangat terbatas, salah satu sebabnya ialah diolah di luar negeri,” kata Ayomi.
Karena itu, menurut Ayomi, pemerintah Pusat harus mengambil sikap tegas kepada pihak perusahaan, misalnya dengan memberlakukan kebijakan larangan mengirim hasil galian mentah tambang untuk dikirim dan diolah ke luar negeri. Seharusnya bahan mentah itu diolah di Indonesia, terutama di wilayah Papua.
“Kalau memang sudah dalam bentuk jadi, maka mekanisme pengontrolan yang dilakukan pemerintah akan berjalan dengan mudah, dampaknya akan berimbas untuk meningkatkan pendapatan asli Provinsi Papua dan dengan sendirinya dapat mendongkrak kesejahteraan masyarakat lokal, baik yang berada di sekitar lokasi tambang maupun masyarakat Papua pada umumnya,” tegasnya.
Sebab menurut Ayomi, jika pemerintah Pusat dan Pemda Mimika mengambil kebijakan mengolah bahan mentah tersebut dalam negeri seperti di PT Semalti Gresik, hasil produk dan keuntungannya bisa dikontrol dengan mudah.
Menanggapi Ayomi, Ketua DPR RI Agung Laksono pun mengungkapkan keprihatinan yang sama. Menurut Agung, sudah saatnya hasil tambang PT Freeport dikelola Provinsi Papua agar kontribusinya dirasakan langsung pemerintah dan masyarakat Papua.
“Jika selama ini dikelola di luar negeri, sekarang harus dikelola di Provinsi Papua, karena itu perlu ditanam investasi di papua,” katanya. (Cr. 02).

Tidak ada komentar: