Sabtu, Januari 26, 2008

News : Stop Bunuh Orang Papua Dengan Bintang Kejora!



JAYAPURA—Sekretaris Pokja Agama pada lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP), Pene Ipi Kogoya, S.Pd menilai, Bintang Kejora yang selama ini dijadikan sebagai lambang daerah telah menelan ratusan korban jiwa rakyat Papua karena ada stigma-stigma politik dari pihak-pihak tertentu yang sengaja dilempar untuk memperkeruh situasi.
Karena itu, sebagai salah seorang anggota MRP yang bertugas memperjuangkan hak-hak dasar orang Papua, Pene meminta semua pihak, baik Pemerintah Pusat, DPR, Pemprov Papua, DPRP dan aparat penegak hukum untuk tidak memandang masalah Bintang Kejora secara fragmentaris melainkan komprehensif dan menyeluruh dari berbagai aspek dan berhenti menggunakan perangkat politik tersebut untuk membunuh rakyat Papua.
“Saya menegaskan, stop bunuh orang Papua dengan Bintang Kejora, karena semua ini sudah diatur dalam UU Otsus No 21 Tahun 2001. Dan semua pihak seharusnya melihat lambang daerah dalam bingkai UU Otsus tidak secara sepotong-sepotong, karena basis dari UU Otsus sebenarnya adalah hak-hak dasar orang Papua, termasuk penggunaan Bintang Kejora sebagai lambang kultural,” tegas Pene.
Menurut Pene, masalah Bintang Kejora terlalu dilihat miring sebagai lambang politik separatis. Padahal, akunya, kaum separatis Papua yang tergabung dalam gerakan OPM adalah rakyat Papua yang telah ikut menikmati dana Otsus sejak 2001, yang tentunya sadar akan kecintaannya pada NKRI. Sebab gerakan separatis berkaitan erat dengan permasalahan hak-hak dasar orang Papua seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang belum dinikmati sepenuhnya.
“Dalam UU Otsus Bab 1 Pasal 1 sudah tertuang dengan jelas bahwa Bintang Kejora dipakai sebagai Lambang Daerah, bukan lambang kedaulatan. Memang kita kuatirkan bawah spirit masyarakat, masih seperti pra Otsus bahwa ia tetap diartikan sebagai lambang kedaulatan, tetapi kita berupaya mengarahkan agar perangkat ini dipahami sebagai lambang kultural Papua melalui bingkai Otsus,” ungkapnya.
Pene juga menjelaskan, pihak MRP Oktober lalu telah mengajukan draf Perdasus tentang Penggunaan Bintang Kejora yang telah digodok DPRP namun belum disahkan hingga kini. Pene yang ketika itu duduk sebagai Wakil Ketua Pansus Bidang Pengkajian Draf Perdasus tersebut berharap, dengan adanya Perdasus tersebut, stigma politik negatif terhadap Bintang Kejora bisa dihilangkan dan bencana pertumpahan darah yang ditimbulkannya dihentikan.“Salah satu butir draf Perdasus yang diajukan ialah bahwa pada setiap 1 Desember, masyarakat Papua boleh menaikkan Bintang Kejora sebagai lambang kultural di beberapa sentimeter dari bendera merah putih, selain itu boleh dinyanyikan lagu Hai Tanah Papua. Saya berharap ketakutan psikologis kalangan tertentu akan adanya pemaknaan lambang ini sebagai kedaulatan bisa dihindari karena semuanya sudah terjabar dalam UU Otsus,” tegas Pene. (gus)

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.