Sabtu, Februari 02, 2008

News : Dibuka Formasi CPNS di Seluruh Papua

JAYAPURA – Kabar gembira bagi warga masyarakat yang punya keinginan jadi pegawai negeri. Pertengahan Februari ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua memastikan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di seluruh kabupaten/kota di Papua.
“Pertengahan bulan ini akan dilakukan pengumuman dan proses seleksi dilaksanakan pada akhir bulan, “ kata Kepala Biro Kepegawaian Provinsi Papua Yesaya Buinei usai mengikuti pelantikan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Sasana Karya Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jumat (1/2) .
Menurutnya, kepastian formasi pada pertengahan Februari setelah pihaknya mendapat persetujuan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) tentang formasi dan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan.
“Kita mendapat persetujuan itu sekitar seminggu yang lalu. Untuk kepentingan itu, kita juga sudah melakukan persiapan-persiapan,” tambahnya.
Jumlah CPNS yang akan diterima di seluruh kabupaten/kota Papua sekitar 800-an orang.
Sedangkan khusus di lingkungan Pemprov Papua, formasi yang dibuka hanya untuk 24 orang. Disiplin ilmu yang akan diterima yaitu tenaga medis seperti dokter, perawat dan apoteker.
“Kalau formasi yang lain, seperti guru dan tenaga teknik lainnya banyak direkrut di tingkat kabupaten/kota,”jelasnya.
Pemprov,kata dia, telah mengusulkan beberapa disiplin ilmu ke pusat untuk diterima pada lingkungan Pemprov, namun setelah pusat melakukan analisa kebutuhan, untuk lingkungan Pemprov hanya mendapat formasi 24 orang.
“Karena itu, kalau masyarakat yang formasinya ada di lingkungan pemprov silahkan mendaftar, tetapi yang tidak ada, tidak perlu mendaftar,” imbaunya.
Dia juga menyebutkan, penerimaan CPNS itu, bukan untuk mengurangi pengangguran, tetapi untuk mengisi lowongan yang dibutuhkan oleh pemerintah. “Sebagai contoh, alumni atau sarjana hukum cukup banyak, tetapi mengapa Pemprov tidak membuka formasi itu. Jadi, dalam perekrutan bukan melihat jumlah tenaga yang dilapangan, tetapi berdasarkan kebutuhan,” ujarnya. (ti)

News : Lima Ton Solar PLN Digelapkan, Empat Orang Diamankan

MANOKWARI - Polres Manokwari berhasil mengungkap kasus penggelapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar sebanyak 5 ton (5000 liter) yang diangkut dalam satu truk tangki. BBM tersebut milik PLN Cabang Manokwari dan diselewengkan dan dijual ke salah satu perusahaan group PT Fulica, sebuah perusahaan konstruksi besar di Manokwari. Barang bukti berupa 5 ton solar, satu truk tangki DS 9497 DA milik PT Sehati, 19 drum berisi solar , kini diamankan di Mapolres.
Polisi pun sudah menetapkan empat tersangka. Mereka, B (30) supir truk tangki, M (karyawan PLTD PLN), A (pengawas pengangkutan PT Sehati), MI (seorang perempuan karyawan bagian BBM perusahaan group PT Fulica). Semula empat tersangka ini ditahan. Namun Pengacara MI mengajukan penangguhan karena MI sakit Kista. Polisi tidak percaya begitu saja. Dokter kepolisian pun melakukan pemeriksaan dan ternyata MI memang sakit. Akhirnya penangguhan dikabulkan.
Demikian dijelaskan Kapolres Manokwari AKBP Drs Jakobus Marjuki kepada wartawan diruang kerjanya, Jumat (1/2). Dijelaskan Kapolres, hari Kamis (24/1) pukul 11.30 WIT, B (supir tangki) mengantar satu tangki solar ke PLTD Sanggeng untuk kedua kalinya hari itu. Sesampainya di PLTD, B turun dari truk dan masuk ke pos satpam. Tujuannya untuk meminta tanda tangan dari M sebagai bukti solar sudah diterima pihak PLTD.
Setelah itu, solar tidak didrop ke tangki PLTD. B justru membawa truk yang berisi 5 ton solar itu menuju kantor PT Fulica Group untuk dijual. Polisi yang sudah lama mengendus sepak terjang penggelapan solar ini langsung menuju ke PT Fulica Group yang beralamat di Jalan Percetakan Negara, samping kiri Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Manokwari. Saat tiba di PT Fulica, polisi menyaksikan solar tersebut sedang dalam proses dipindahkan ke drum-drum milik Fulica.
‘’Kebetulan kita tangkap saat itu juga. Dalam mengungkap kasus ini, kita kerja sama dengan PLN. Saat itu juga langsung kita tahan. Saat kita tangkap, sebagian solar sudah dialihkan ke drum-drum milik Fulica Group. Drum-drum itu juga kita jadikan barang bukti dan kita bawa ke kantor (polisi). Empat tersangka ini jelas otomatis akan sampai ke Kejaksaan. Apakah akan ada tersangka baru, tergantung hasil penyidikan nanti apakah ada orang lain yang terlibat,’’ ungkap Marjuki yang mantan Kapolres Puncak Jaya.
Kapolres menegaskan, penyimpangan BBM seperti ini menjadi perintah prioritas Kapolri yang harus menjadi target utama pihak kepolisian. Saat ini, pihaknya sedang mengecek secara mendalam apakah BBM tersebut termasuk disubsidi. Jika benar BBM ini di subsidi maka Fulica akan diuntungkan karena membeli solar dengan harga subsidi. Untuk mendalami kasus ini, pihaknya juga sudah memeriksa Depot Pertamina Manokwari untuk mengetahui seputar administrasi lalu lintas BBM.
Dikatakan Kapolres, kasus ini masih menyangkut oknum perorangan. Penyidikan kasus ini belum memasuki wilayah apakah kasus ini masuk kategori kejahatan korporasi (perusahaan). ‘’Kita juga sudah koordinasi dengan Kajari, apakah ini kejahatan korporasi atau bukan. Beliau nanti sebagai Penuntut sudah tahu, kasusnya seperti apa,’’ kata Kapolres.
Para tersangka, lanjut Kapolres, dijerat pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Mereka juga dijerat pasal penadahan atau sekongkol. Para tersangka dijerat pasal berlapis dengan UU No 22/2001 tentang minyak dan gas bumi. ‘’Kita tidak diskriminatif dalam mengungkap kasus ini. Saya pastikan siapapun yang terlibat akan kita proses. Kasus BBM seperti ini menjadi prioritas Kapolri. Kita tidak main-main. Kita bertindak keras. Karena kebijakan Kapolri tentu menjadi atensi kita dalam rangka penyelamatan kekayaan Negara. Pemilik truk tangki minta pinjam pakai saja tidak kita penuhi,’’ tutur Kapolres.
Dari pemeriksaan supir tangki terungkap, supir ini hanya orang suruhan. Bukan actor utama kasus ini. Supir ini hanya menjalankan perintah A (pengawas pengangkutan PT Sehati). Supir ini mengaku menerima upah uang dari tiga tersangka lainnya. Dengan begitu, diduga ada unsure kerja sama tiga oknum tersangka tersebut. ‘’A yang menghubungi MI. Apakah perbuatan MI ini sepengetahuan pimpinannya kita masuki dalami pemeriksaan,’’ kata Kapolres.
Sejauh ini, lanjut Kapolres, juga belum diketahui apakah pimpinan PLN Cabang Manokwari mengetahui kalau solar untuk PLTD ini digelapkan oleh stafnya. ‘’Kemarin, pimpinan PLN didampingi satu stafnya datang kesini ketemu saya. Beliau menyerahkan masalah ini sepenuhnya kepada saya. Beliau minta siapapun yang terlibat supaya ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku,’’ terang Kapolres. (ken)

Headline : Satgas TNI Tembak Warga Hingga Tewas

“Pangdam Akan Pecat Anggotanya yang Tembaki Warga”

TINGGI NAMBUT, PUNCAK JAYA – Entah panik atau karena mendapat perlawanan, seorang anggota TNI yang tergabung dalam tim patroli Satuan Tugas (Satgas) Rajawali Yonif 756/Winamefili Wamena melakukan penembakan ke warga di di kampung Tingginambut, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Kamis (31/1) pukul 20.00 Wit.
Warga bernama Omanggen Wonda (25) dilaporkan tewas setelah sempat mendapatkan perawatan di pos satgas. Omanggen terkena tembakan di bagian dada, tembus hingga ke punggung. Warga yang berasal dari kampung Yamo tersebut oleh TNI diduga anggota separatis bersenjata.
Pasca penembakan, situasi di tempat kejadian dan kota Mulia Puncak Jaya hingga Jumat sore, dilaporkan Kapolda Papua Irjen Polisi Max Donald Aer, tetap aman dan kondusif.
Sementara Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Haryadi Soetanto, melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih, Letkol Inf Imam Santoso menyesalkan terjadinya kasus penembakan yang dilakukan anak buahnya itu.
“Panglima sangat menyesalkan kejadian ini, sebab sebelumnya beliau sudah menekankan tidak ada upaya perencanaan untuk tindakan represif terhadap kelompok tertentu yang berseberangan dengan TNI,”ujar Imam Santoso mengutip pernyataan Pangdam Haryadi Soetanto.
Bahkan, kata Imam yang ditemui wartawan di ruang kerjanya kemarin, Pangdam dengan tegas menyatakan akan memecat anggotanya kalau terbukti melakukan penembakan terhadap korban.
“Beliau sempat ngomong, kalau perlu dipecat akan dipecat. Bahkan sesuai dengan koridor yang dibuat KSAD, maka dua tingkat diatas pelaku juga akan mendapat hukuman paling berat adalah pemecatan. Kalau dari investigasinya nanti terbukti,” terangnya.
Untuk menindaklanjuti kasus penembakan tersebut pihak Kodam XVII/Cendrawasih telah membentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan.
“Tim investigasi yang dikirim Panglima antara lain dari Intelijen Kodam, Polisi Militer Kodam, serta dari Batalyon 756. Tim ini sudah diberangkatkan tadi siang ke Mulia, untuk melakukan investigasi seberapa besar kesalahan yang dibuat untuk proses hukum dilaksanakan,” tambahnya.
Sementara soal kronologis penembakan, diungkapkan Kapendam Imam Santoso, terjadi berawal dari informasi yang diterima Pos Satgas Rajawali Yonif 756/Wamena di Tingginambut, bahwa di daerah tersebut ada kelompok separatis yang sering mengganggu masyarakat. “Inilah yang dijadikan dasar untuk lakukan pengecekan di sebuah tempat yang diduga terdapat anggota separatis”.
Dipimpin langsung oleh Komandan Pos, Letda Inf Sunaryono, bersama enam orang anggotanya, mereka melakukan patroli dan mendatangi sebuah rumah honai yang didalamnya terdapat lima orang warga sedang bermain kartu domino.
“Sesuai prosedur sudah dilakukan, temukan sasaran, diteriaki namun tidak ada jawaban lalu dengan tembakan peringatan namun tetap tidak mau keluar. Ketika pintu dibuka tiba-tiba ada satu masyarakat berlari keluar, saat itu prajurit berada persis di depan pintu dan terjadilah penembakan. Korban sempat dibawa ke pos, tapi nyawanya tidak tertolong. Sementara pelaku saat ini sudah diamankan di pos Satgas Mulia, ” jelas Kapendam.
“Namun belum diketahui pasti apakah pada saat membuka pintu ada perlawanan atau tidak Apa mungkin karena anggota terdesak, atau letusan terjadi karena korban menabrak senjata, sebab anggota persis berada di depan pintu honai. Kita tunggu saja hasil investigasinya,” tambah Imam Santoso.
Sementara itu Kapolda Papua, Irjen Pol Max Donald Aer ketika dikonfirmasi wartawan kemarin, mengatakan tidak mengetahui secara detil kejadiannya. “Karena pelaku anggota TNI mungkin lebih baik tanya ke Kodam. Namun menyangkut situasi disana hingga saat ini tetap aman dan kondusif,” ujarnya. (rin)

News : Masak Air, Ditinggal Tidur, Kompor Meledak, Asrama Biak Terbakar


PADANG BULAN, JAYAPURA – Lengah dan gegabah. Seorang mahasiswa yang diduga tengah memasak air, tak sadar saat kompornya meledak. Akibatnya ledakannya membakar asrama Biak di sebelah kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Padang Bulan Kelurahan Hedam Distrik Heram.
Akibat kebakaran ini, salah seorang penghuninya, Tery Sroyer, mengalami luka bakar pada punggung dan lengan kiri dan terpaksa dilarikan ke RSUD Abepura. Sementara seorang lainnya, Nikson Kaisiepo, mengalami luka lecet di bagian muka akibat tertimpa material bangunan saat memindahkan barang-barang.
Kejadian kebakaran pukul 16.30, Jumat (1/2/2008).
Menurut sejumlah sumber yang dihimpun Bintang Papua di tempat kejadian, sumber api berasal dari ledakan kompor milik korban Tery Sroyer, salah satu penghuni asrama yang tengah memasak air. Terry membiarkan kompor menyala lalu pergi tidur.
Akibat ledakan kompor tersebut, api kemudian menjalar ke ruangan tidur tersebut hingga ke atap bangunan.
Beberapa penghuni yang melihat kejadian itu bersama warga setempat langsung berusaha memadamkan api dan mengeluarkan barang-barang dalam asrama tersebut. Di saat itulah, Nikson, tertimpa kayu bangunan, sementara Tery yang dalam posisi lelap di ruang tidur terperangkap dalam kobaran api hingga mengalami luka bakar.
Belum dipastikan, kerugian yang diderita dalam kejadian ini. Namun menurut beberapa korban yang kebakaran buku-buku dan pakaiannya, amukan si jago merah semalam menelan kerugian bagi mereka hingga belasan juta. (Cr-04)

Features : Soeharto, Dari Buku ke Buku

Memahami Pak Harto dalam Otobiografi “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” ( 3/habis)

oleh: Gatot Aribowo

Semangat hidup yang tinggi dari Pak Harto tak mampu mengalahkan takdir Tuhan. Pada bagian lain buku otobiografi ini, Pak Harto pernah membicarakan soal kematiannya. Bab ini terangkai dalam “Kalau Ajal Saya Sampai.”

Boleh percaya boleh juga tidak, meninggalnya 2 presiden RI selalu ditandai dengan adanya Bulan Bercincin. Biasa disebut di Jawa dengan Bulan Kalangan, bulan ini, Kamis 17 Januari 2008 terlihat oleh warga Jakarta.
Bulan bercincin atau halo Bulan, pernah terlihat sehari sebelum kematian Presiden Soekarno.
Seperti tertuang dalam buku 'Siapa Sebenarnya Soeharto' Detak Files yang diterbitkan Mediakita, pada 20 Juni 1970, Bung Karno dijenguk oleh salah satu istrinya, Dewi Soekarno. Pada 20 Juni 1970 malam hari, anak Soekarno, Rachmawati secara tak sengaja melihat cincin yang melingkari bulan.
Dalam mitos Jawa, bulan ini menandakan akan terjadinya bencana atau kematian. Dan benar, keesokan harinya, 21 Juni 1970, sekitar pukul 05.00 WIB, Bung Karno dinyatakan koma oleh tim dokter. Anak-anak Bung Karno segera dipanggil dan mengelilingi tubuh Bung Karno yang terbaring lemah di tempat tidur. Sekitar pukul 07.00 WIB, Bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya.
Fenomena bulan ini, muncul dihari ke-14 Pak Harto dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertaminan (RSPP) Jakarta. Tak secepat Bung Karno yang meninggal 1 hari setelah fenomena bulan ini muncul, Pak Harto wafat setelah 10 hari fenomena bulan bercincin muncul. Hal ini tak luput dari perjuangan Pak Harto untuk tetap hidup. Seperti pernah diungkapkan tim dokter kepresidenan yang merawat Pak Harto.
"Semangat hidup Pak Harto masih tinggi," kata ketua tim dokter kepresidenan Dr Mardjo Soebiandono seperti dikutip detik com, 17 Januari 2008.
Kendati semangat hidup tinggi, namun takdir Tuhan tak mampu ditolak. 10 hari setelah munculnya bulan bercincin, Pak Harto pun dipanggil yang Maha Kuasa.
Dalam buku otobiografinya, Pak Harto pernah menyinggung soal kematiannya. Kendati kondisinya tak relevan dengan terbitan buku tahun 1988 ini, namun ada baiknya memahami sedikit soal kematiannya Pak harto dalam bab “Kalau Ajal Saya Sampai.”

Berikut kutipan dalam buku otobiografi tersebut:
Kalau saatnya tiba saya dipanggil Yang Maha Kuasa, maka mengenai diri saya selanjutnya sudah saya tetapkan: saya serahkan kepada istri saya.
Sebetulnya istri saya telah menerima pula "Bintang Gerilya" dan "Bintang RI". Jadi, dia juga bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Tetapi sudahlah, ia dengan Yayasan Mangadeg Surakarta sudah merencanakan lain. Ia dengan Yayasan Mangadeg Surakarta sudah membangun makam keluarga di Mangadeg, tepatnya di Astana Giribangun. Dan masa, kan saya akan pisah dari istri saya! Dengan sendirinya saya pun akan minta dimakamkan di Astana Giribangun bersama keluarga. Kami tidak mau menyusahkan anak cucu kami, jika mereka nanti ingin berziarah.
Memang saya pun mendengar orang bicara, bahwa belum juga saya mati, saya sudah membuat kuburan. Padahal yang sebenarnya, kuburan itu kami buat untuk yang sudah meninggal, antaranya untuk ayah kami (mertua saya). Selain itu, pikiran saya menyebutkan, "Apa salahnya, sebab toh akhirnya kita akan meninggal juga." Kalau mulai sekarang kita sudah memikirkannya, itu berarti kita tidak akan menyulitkan orang lain. Asalkan tidak menggunakan yang macam-macam, apa jeleknya?
Omongan orang bahwa Astana Giribangun itu dihias dengan emas segala, omong kosong. Tidak benar! Dilebih-lebihkan. Lihat sajalah sendiri.
Yang benar, bangunan itu berlantaikan batu pualam dari Tulungagung. Tentu saja kayu-kayunya pilihan, supaya kuat. Pintu-pintu di sana, yang dibuat dari besi, adalah karya pematung kita yang terkenal G Sidharta. Alhasil, segalanya buatan bangsa sendiri.
Ibu mertua saya melakukan cangkulan pertama di Gunung Bangun yang tingginya 666 meter di atas permukaan laut itu, pada hari Rabu Kliwon, 13 Dulkangidah jimakir 1906 atau 27 November 1974. Saya bersama istri sebagai pengurus Yayasan Mangadeg Surakarta meresmikan Astana Giribangun itu pada hari Jumat Wage tanggal 26 Rejeb ehe 1908 atau 23 Juli 1976. Kebiasaan di Jawa mempergunakan candrasangkala. Maka kami terakan di sana sinengkalan: Rasa Suwung Wenganing Bumi (Rasa Ikhlas Membuka Bumi) waktu ibu melakukan cangkulan pertama itu, dan Ngesti Suwung Wenganing Bumi (Suasana Hening Membuka Bumi) waktu kami meresmikan makam keluarga Yayasan Mangadeg itu.
Pada ketiga pintu untuk masuk ke dalam bangunan itu pun ada tulisan yang mengutip pucung, berisikan pegangan hidup yang sudah diajarkan nenek moyang kita secara turun-temurun. Yakni, "hendaknya kita pandai-pandai menerima omongan orang yang menyakitkan tanpa harus sakit hati", "ikhlas kehilangan tanpa menyesal", dan "pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa".
Tak jauh dari bangunan astana itu, lebih dahulu, pada tanggal 8 Juni 1971, sudah diresmikan monumen "Tridharma", ajaran hidup bernegara yang sangat penting itu. Alhasil suasana di sana sesuai dengan lingkungannya.
Jadi, hendaknya dimaklumi bahwa kami membangun Astana Giribangun itu, kita-kira 37 km dari Solo, untuk keluarga. Bahkan, tidak hanya untuk keluarga, pengurus Yayasan Mangadeg pun bisa dimakamkan di sana. Tempat itu sudah dikapling, dan pengelolaannya diserahkan pada Yayasan Mangadeg.
Kita yang masih hidup wajib memikirkan keluarga yang sudah meninggal, seperti saya memikirkan ayah saya. Maka kami membangun makam untuk ayah, dan untuk ibu sekaligus. Di samping itu, saya pikir, baik saja kita berbuat begitu kalau kita tidak mau menyusahkan orang lain, tidak mau menyulitkan anak cucu kita. Dan di Jawa, memang biasa kita menyiapkan tempat sebelum meninggal. Kita menyadari bahwa besok lusa kita toh akan kembali.
Dihitung dari sejak lahirnya "Supersemar" sampai 1988, berarti saya memegang pucuk pimpinan sudah dua puluh dua tahun. Saya merenungkannya kembali.
Selalu, sewaktu tugas apa pun yang diberikan kepada saya, saya mohon petunjuk kepada Tuhan.
Alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak merasa gagal dalam memegang dan melaksanakan tugas saya.
Kalau ada yang kurang berhasil, maka lantas saya mupus, pasrah. Artinya, saya berpikir, barangkali memang kemampuan saya cuma sampai di situ.
Saya telah berusaha dan nyatanya, seperti yang saya lihat dan pertimbangkan, usaha saya itu berhasil sesuai dengan kemampuan saya. Begitulah saya berpikir. Begitulah penilaian saya. Saya tak pernah merasa gagal. Tetapi, kalau ada orang yang menilai lain mengenai hasil pekerjaan saya itu, saya serahkan kembali penilaiannya itu kepada yang bersangkutan.
Demikian perasaan dan pikiran saya sejak masa revolusi. Apa yang ditugaskan kepada saya, saya kerjakan dengan sebaik-baiknya, sambil memohon bimbingan dan petunjuk kepada Tuhan.
Mengenai kesalahan, saya berpikir, "Siapa yang mengukur salah itu? Siapa yang menyalahkan?"
Sekarang, misalnya, pekerjaan sudah saya laksanakan, berjalan baik dan berhasil, menurut ukuran saya. Tetapi, kalau ada orang lain yang melihat hasil pekerjaan saya itu dari segi yang lain, lalu menilai salah atau gagal, maka saya akan berkata, "Itu urusan mereka."
Saya percaya bahwa apa yang saya kerjakan, setelah saya memohon petunjuk dan bimbingan-Nya, itu adalah hasil bimbingan Tuhan.
.........
Kalau ditanya apa wasiat saya kalau saya nanti pada waktunya dipanggil Yang Maha Kuasa? Wasiat saya, sebenarnya bukan wasiat saya sendiri, melainkan wasiat atau pesan kita bersama. Yakni, agar mereka yang sesudah kita benar-benar dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara RI berdasarkan Pancasila ini.
Saya pikir, yang penting adalah suatu pengelolaan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sedemikian rupa sehingga cita-cita perjuangan bangsa kita benar-benar terlaksana dan tercapai dengan sebaik-baiknya.
Selama bangsa Indonesia tetap berpegang kepada Pancasila sebagai landasan idiilnya, dan UUD '45 sebagai landasan konstitusionalnya, (dan tetap setia pada kepada cita-cita perjuangannya, ialah mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila), dengan sedirinya persatuan dan kesatuan bangsa itu akan terwujud. Berpegang kepada kedua hal itu, cita-cita perjuangan sebagai bangsa yang tetap ingin merdeka, berdaulat, bisa hidup dalam kemakmuran dan keadilan, niscaya akan tercapai!
Insya Allah!
(selesai)

Kamis, Januari 31, 2008

Headline : MRP Dikategorikan Korupsi

JAYAPURA – Penyalahgunaan uang di MRP dengan mengalokasikan anggaran tunjangan kesejahteraan yang tidak sesuai dengan peraturan, kata Direktur Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua Budi Setyanto bisa dikategorikan sebagai korupsi.
“Alokasi anggaran yang tidak disesuaikan peraturan yang ada bisa kita sebut sebagai korupsi,” kata Budi ke Bintang Papua saat dihubungi semalam.
Budi tidak mempersoalkan anggota dan pimpinan MRP mendapatkan kesejahteraan. Namun, “Yang penting sesuai dengan peraturan yang ada,” katanya.
Sementara dari laporan Papua Coruption Watch (PCW) ke jaksa, penggunaan anggaran kesejahteraan bagi anggota dan pimpinan MRP yang dibelanjakan sepanjang tahun 2006 tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
“Itu sudah ada dalam dokumen yang telah saya sampaikan ke kejaksaan,” tegas Rifai Darus, Ketua PCW kepada Bintang Papua.
Sementara Ketua BPK Perwakilan Jayapura Sudin Siahaan menyatakan, data tentang adanya laporan penggunaan anggaran MRP tahun 2006 bisa didapat dari publikasi melalui internet.
“Semua data dan laporan telah dipublikasikan melalui internet. Silahkan cari sendiri,” permintaan Ketua BPK Perwakilan Jayapura kepada Bintang Papua saat menanyakan tentang laporan penyalahgunaan anggaran MRP tahun 2006.
Laporan itu biasanya memang telah dipublikasikan ke publik melalui website http://www.bpk.go.id/ . Sayangnya, Bintang Papua belum sempat menemukan data tersebut yang telah dipublikasikan.
“Itu dokumen publik dan bisa dibaca semua orang,” katanya.
Dari data BPK Perwakilan Jayapura yang ditemukan Papua Corruption Watch dan telah dilaporkan ke kejaksaan, penggunaan anggaran untuk tunjangan-tunjangan anggota dan pimpinan MRP dibelanjakan Rp 12 miliar lebih.
Semua anggaran ini dipakai untuk 39 orang anggota MRP, termasuk tunjangan jabatan anggota MRP yang tidak menjabat sebagai pimpinan MRP dan Pimpinan Kelompok Kerja.
Tunjangan jabatan ini tidak terlalu besar-besar amat. Dalam keterangan persnya beberapa waktu yang lalu, PCW menyebut tunjangan jabatan untuk anggota MRP hanya Rp 280-an juta.
Yang cukup besar, ada pada tunjangan sewa mobil dan sewa rumah anggota MRP. Jumlahnya hampir Rp 7,5 miliar. Setara dengan Rp 530 ribu per hari. (ab)

News : Jemput Paksa Mantan Kadis Pariwisata Prov. Papua

Terkait Dugaan Korupsi Dana DAS 1,4 Milyar


JAYAPURA – Mantan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua, Abner Kambuaya, rencananya akan dipanggil paksa oleh pihak Kejaksaan Tinggi Papua, apabila terbukti tidak dalam keadaan sakit. Hal ini ditegaskan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Madfud Manan SH kepada wartawan usai acara Sertijab Kajari Fak-fak di aula Kejati Papua, Rabu (30/1).
“Kalau memang yang bersangkutan tidak sakit atau pura-pura sakit maka kami akan jemput paksa,” tegasnya.
Dikatakan, hingga saat ini memang pelaku masih dirawat di RS Santo Borromeus Bandung, akibat mengalami stroke. Namun, belum diketahui pasti apakah pelaku memang masih sakit atau sudah sehat. Sebab, dari pihak RS sendiri belum memberikan catatan medis, tentang kondisi kesehatan pelaku. “Petugas kami sudah ke Bandung untuk melihat langsung kondisi yang bersangkutan. Dan sampai saat ini kami belum menerima hasil catatan medis yang dikeluarkan RS,” ujarnya.
Dijelaskan, sebelum pelaku berangkat ke Bandung untuk menjalani perawatan pihaknya sudah tiga kali melakukan pemanggilan, namun pelaku tidak bisa hadir dengan alasan sakit.
“Kita sudah lakukan pemanggilan tiga kali tapi pelaku tidak pernah hadir dengan alasan sakit. Makanya pemanggilan yang keempat ini, kalau tetap tidak hadir maka kita akan jemput paksa. Sebab sesuai aturan KUHAP, pelaku apabila dalam pemanggilan yang ketiga tidak dapat dapat hadir, maka aparat hukum yang berwenang dapat melakukan upaya penjemputan paksa,” jelasnya sembari menambahkan pihaknya akan menunggu hasil catatan medis untuk penyelidikan lebih lanjut. “Kita tunggu hasil catatan medis, untuk mengambil langkah selanjutnya,” tambahnya.
Seperti diketahui, mantan Kadis Pariwisata Provinsi Papua, Abner Kambuaya dituduh telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar 1,4 Milyar dari dana Dokumen Anggaran Satuan kerja (DAS) tahun 2004 di Dinas Pariwisata Provinsi Papua.
Dimana ada beberapa kegiatan atau proyek yang dianggarkan, pada kenyataanya tidak dilaksanakan seperti proyek Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) sebesar Rp 268 Juta untuk setiap Dinas di daerah, Studi Kelayakan Pantai Hamadi sebesar Rp 123 juta, Kegiatan Perjalanan Dinas ke Luar Negeri sebesar Rp 74 Juta, Pelatihan aparatur Kabupaten Supiori dan beberapa proyek lainnya.
Dalam kasus ini, selain melibatkan kepala dinas juga pemegang kas bernama Yustin, yang sudah lebih dulu diajukan ke persidangan dan telah divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura. Atas putusan itu, terdakwa Yustin mengajukan banding. (rin)

Features : Soeharto, Dari Buku ke Buku

Memahami Pak Harto dari Buku Otobiografinya “Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya” (bagian 1)

oleh: Gatot Aribowo

“Kebahagian itu tidak terletak pada pangkat dan kedudukan, tetapi pada amal yang baik. Itulah ajaran yang saya berikan kepada anak-anak saya,” ucap Pak Harto dalam buku otobiografinya “Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya”.

Berbeda dengan Pak SBY yang salah satu anaknya jadi tentara, Pak Harto ternyata tak menurunkan jiwa kemiliteran ke anak-anaknya. Tak satupun anak-anaknya yang jadi tentara. Bahkan sebagai seorang tentara, Pak Harto justru seperti tak menginginkan generasinya ada yang mengikuti jejak ayahnya.
Dalam buku otobiografi “Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya” yang terbit 20 tahun sebelum beliau tutup usia, Pak Harto memang merestui anak-anaknya untuk terjun dalam usaha bisnis. Bahkan mungkin Pak Harto tak menduga kalau bisnis anak-anaknya bisa membentuk kerajaan konglomerasi. Saking mengguritanya bisnis ini, Pak Harto sampai tak sadar kalau kelak salah satu anaknya ada yang jadi tersangka kasus korupsi.
Sebenarnya, jauh sebelum Tommy Soeharto tersangkut kasus korupsi, ayahnya telah mengingatkan untuk tak mendewakan harta. Pesan Pak Harto ini seperti ditulis dalam buku otobiografi yang diterbitkan tahun 1988 oleh PT Citra Lamtoro Gung Persada, yang dipaparkan G. Dwipayana dan Ramadhan K.H.

Berikut sedikit kutipannya:
Sekarang (1988) anak-anak saya sudah pada besar, sudah dewasa. Lima dari mereka sudah berumah tangga, dan kami sekarang sudah bercucu sebanyak 9 orang. Yang sulung, Siti Hardijanti Hastuti Indra Rukmana memilih menjadi wiraswasta di samping menjadi ibu rumah tangga. Tetapi nampak sekali ia lebih cenderung, lebih disibukkan oleh kegiatan-kegiatan sosial.
Yang bungsu, yang keenam, Siti Hutami Endang Adiningsih belum lama ini telah menjadi sarjana, menyelesaikan studinya di Institut Pertanian Bogor. Ia memilih untuk menjadi ahli statistik pertanian.
Sigit Harjojudanto, anak saya yang kedua memilih menjadi pengusaha.
Bambang Trihatmodjo, anak saya yang ketiga terjun ke dunia bisnis.
Siti Hediati Harijadi, keempat, selain menjadi ibu rumah tangga, anggota Persit, tentunya karena suaminya seorang ABRI, giat di bidang sosial, mengurus Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan.
Hutomo Mandala Putra, kelima, memilih menjadi pengusaha juga, melewati masa kesukaannya menjadi pembalap dan olahraga terbang.
Alhamdulillah, mereka semua jadi manusia - begitu sebutannya di tengah-tengah kehidupan kita sekarang - sementara saya mengharuskan mereka untuk mengetahui akan kewajiban mereka sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat luas. Kami didik mereka, terutama supaya ingat pada orang tua, supaya hormat dan mengerti akan kewajiban mereka sebagai anggota masyarakat, dan selalu takwa kepada Tuhan.
Nampaknya mereka mengerti akan kewajiban mereka untuk menaruh hormat pada kami sebagai orang tua. Mereka mengerti akan kewajiban mereka sebagai anggota masyarakat. Mengikuti petunjuk saya dan petunjuk ibu mereka, mereka giat di bidang sosial.
Tutut menjadi Ketua Umum Himpunan Pekerja Sosial Indonesia (HIPSI) sejak organisasi itu berdiri pada tanggal 11 Maret 1987. Maksudnya untuk meningkatkan mutu pelayanan sosial. Ia pun jadi bendahara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK). Ia berkunjung ke berbagai daerah yang tertimpa bencana alam dan menyampaikan bantuan yayasan itu.
Siti Hediati Prabowo - begitu namanya sekarang - adik Tutut, terpilih sebagai Bendahara Umum HIPSI. Gantian dengan Tutut, ia menyerahkan bantuan kepada orang-orang yang tertimpa bencana alam di pelbagai daerah.
Tutut juga jadi Ketua Umum Yayasan Tiara Indah, membantu upaya perajin kecil, misalnya penenun dalam memasarkan produksinya. Yayasan ini telah diberi hadiah Upakarti oleh pemerintah yang diserahkan langsung oleh Presiden.
Tutut juga duduk sebagai pimpinan PT Citra Lamtoro Gung Persada. Ia juga anggota Majelis Pemuda Indonesia. Ia memang tertarik pada pekerjaan sosial. Ia katakan, sejak lahir sampai mati kita ditolong orang lain. Itu ajaran yang kami berikan kepadanya, agar tidak hidup sendirian, tetapi bermasyarakat.
Mereka gerakkan organisasi sosial itu, sehingga sekarang sudah ada empat ratus ribu orang anggotanya, lulusan sekolah kesejahteraan sosial. Tentang ini Tutut berpikir - sesuai dengan ajaran yang diberikan ibunya - pekerja sosial harus profesional, jangan setengah-setengah.
Anak-anak kami juga mengagumi cara kami membina dan mendidik mereka.
Saya tidak ingin anak-anak saya mendewakan harta dan pangkat. Yang saya harapkan, mereka meningkatkan ketakwaan dan patuh kepada Tuhan, mengabdi kepada orang tua, masyarakat, negara dan bangsa.
Pepatah Jawa menyebutkan, mempunyai harta benda itu tandanya dapat menguasai dunia, hanya saja usahakanlah ketentraman lahir batin, yaitu lahir seimbang dengan batin.
Bagaimana pandangan saya mengenai seseorang yang mendapat rizki cukup di tengah pembangunan kita sekarang?
Memang kita mempunyai hak untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar mendapat rizki yang cukup, dan berusaha memperoleh petunjuk dari Tuhan agar kita mendapat keberuntungan. Kalau keinginan kita itu sampai terwujud, jelas kita harus bersyukur. Kalau kita berhasil lagi, patut kita mensyukuri-Nya lagi. Tapi ingat, kita tidak boleh mendewakan harta, melainkan menggunakannya untuk melaksanakan kewajiban kita, ialah berbuat baik kepada sesama manusia.
Kebahagian itu tidak terletak pada pangkat dan kedudukan, tetapi pada amal yang baik. Itulah ajaran yang saya berikan kepada anak-anak saya.
(bersambung)