Kamis, Januari 17, 2008

Headline : Persiwa Wamena Gilas Arema 2-1

Pertandingan ditunda menit ke 69 akibat Aremania Bersikap Anarkis

JAYAPURA – Tekad Persiwa Wamena untuk mendulang point absulot dari tangan Arema Malang pada pertandingan delepan besar liga PSSI terhenti pada menit 69”. Ya, dalam duel kedua babak delapan besar group A antara Persiwa versus Arema, tim hijau hitam sudah unggul 2-1 hingga menit 69”, sayang, dua keunggulan sementara Persiwa lewat gol kepala Oscar Mariano pada menit 27” dan Pieter Rumaropen di menit 65” harus tertunda dengan aksi anarkis para sporter pendukung Arema yang masuk kedalam lapangan memukul perangkat pertandingan (assisten wasit satu dan dua) lantaran mengangkat bendera pemain Arema yang terperangkap off side. Sementara Arema sempat memperkecil ketertinggalan pada menit 66” lewat aksi Emil Mbamba hingga kedudukan sementara 2-1 untuk kemenangan Persiwa.

Dari jalannya pertandingan yang disiarkan langsung oleh ANTV itu dipimpin wasit Jajat Sudrajat, tensi laga kedua tim sesungguhnya biasa-biasa saja, bahkan, mereka masih mampu mengontrol irama permainan. Sebenarnya Arema sempat menjebol gawang Persiwa yang dikawal Charles Woof, namun, sebelum gol Patricio Morales, bola lebih dulu menyentuh tangan pemain asing ini, bahkan, kembali aksi Morales yang menjebol gawang Woof untuk kali kedua pun dianulir assisten wasit satu lantaran melihat posisi Morales sudah dalam posisi off side.

Persiwa akhirnya mampu unggul setelah tendangan bebas Pieter Rumaropen dilanjutkan dengan tandukan tipis dari Oscar Mariano hingga kedudukan berubah menjadi 1-0. Akibat dua gol Arema yang dianulir wasit, sporter Aremania malah meluncur masuk kedalam stadion Brawijaya Kediri dan sempat memukul assisten wasit satu Yuli Suratno dan tak mampu melanjutkan tugas, kemudian digantikan oleh Suhaidi Yunus. Tetapi lagi-lagi assisten wasit dua harus mengalami nasib yang sama, entah lemparan atau pukulan, sporter pun masuk kedalam lapangan memukul perangkat pertandingan dan juga para pemain Persiwa.

Kondisi stadion semakin panas, semua fasilitas stadion di rusak, kedua gawang di tengah lapangan ikut dibakar penonton dan sporter Aremania. Panpel pun tak mampu mengatasi kejadian tersebut hingga menunda lanjutan pertandingan yang tersisa sekitar 20-an menit. Ya, laga kedua tim terhenti setelah aksi sporter yang membakar gawang dan baliho disekitar tepian lapangan membuat situasi menjadi anarkis hingga tak mampu diatasi lagi oleh kedua kubu maupun panpel dan perangkat pertandingan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian kelanjutan pertandingan yang tersisa 20 menit lebih itu. Tapi, dengan kemenangan sementara ini, Persiwa memimpin klasemen group A dengan point tiga disusul Sriwijaya FC dan PSMS Medan yang berbagi angka 2-2 pada laga pertama.(gol)

News : Enam Korban Tanah Longsor Dimakamkan Satu Liang


8 Sudah Dimakamkan, 3 Diterbangkan ke Manado

JAYAPURA–Delapan korban meninggal dalam musibah tanah longsor yang terjadi di Kompleks Kesehatan belakang RSUD Dok II, Rabu (21/11) dimakamkan di tempat pemakaman yang berbeda di Jayapura. Enam korban dari keluarga Marantika dan Faidiban, yaitu Novelyn Marantika (18), Susana Marantika (12), Karel Faidiban (73), Gabriel Faidiban (3), Merry Ireuw (25), dan Yuli Bebari (26), dimakamkan dalam satu liang lahat di Pekuburan Kristen Tanah Hitam. Sedangkan jenasah korban Filo Awom (25) dan Frengky Abidondifu (15), dimakamkan di Pekuburan Kristen Tanah Hitam.

Dari pantauan Bintang Papua di lokasi penguburan Tanah Hitam, keenam jenasah korban tiba sekitar pukul 14.30 Wit, satu persatu peti jenasah langsung dimasukkan ke dalam liang lahat yang berukuran sekitar 6 x 2 meter. Posisi jenasah korban diletakkan berderet menghadap ke arah timur. Acara pemakaman diawali dengan ibadah yang dipimpin Pdt. J Paru, S.Th

Ratusan pelayat, dengan deraian air mata turut mengantar kepergian para korban, ke tempat peristirahatan terakhir mereka.

Gerson Marantika, tak kuasa menahan kesedihan, karena harus kehilangan dua anak yang sangat dicintainya. Berulang kali dia berteriak memanggil nama keduanya, begitupun kakak perempuan korban yang beberapa kali terjatuh pingsan. Karena tak kuasa menyaksikan yang harus pergi dengan cara tragis. Tak bedanya dengan keluarga Marantika, keluarga Faidiban juga larut dalam kesedihan, karena tiga orang yang mereka cintai harus pergi dengan cara mengenaskan.

Sementara itu, tiga jenasah dari keluarga Saerang, yakni Rudi Saerang (35) bersama dua anaknya, Jeremika Saerang (8) dan Jefedika Saerang (6 Bulan), setelah disemayamkan di Gereja GKI Jemaat Betlehem Dok II Jayapura, Rabu (16/1) kemarin, langsung diterbangkan ke Manado dengan menggunakan pesawat Merpati, untuk selanjutnya dikuburkan di kampung halamannya di Amurang. (rin)

Feature : Suara Penuh Harap Itu, Berujung Maut (2/habis)

“ Saya Tertimbun Longsor, Tolong Ijin Di Sekolah”

Oleh : DEFRIANTI


Tak ada yang menyangka suara terakhir Susan Marantika (12) dibalik telepon selulernya kepada kakak sahabatnya Firlencia Tomasouw“ Kak longsor, tanah sekeliling mengeras, saya tertimbun tanah longsor, tolong ijin disekolah” merupakan pesan terakhir selama-lamanya.

Susan Marantika (12), seorang gadis remaja, mempunyai sosok yang pendiam dan tekun dalam belajar. Sejak berada dibangku Sekolah Dasar (SD) Kalam Kudus Jayapura selalu berada dalam peringkat sepuluh besar.

Sebelum maut menjemputnya pada peristiwa naas itu, Susan terlihat ceria, wajahnya selalu dipenuhi senyuman. Ia pun, serasa ingin bernostalgia dengan sahabat karibnya sejak kecil. Lewat kakak kelasnya Firlenca Tomasouw akhirnya ia mendapat nomor telepon seluler sahabatnya Sena Tomasow.

“ Lama kita tidak bertemu, datang ya di pesta ulang tahunku pada Senin (14/1). Soalnya saya tidak pernah merayakan ulang tahunku, “ kenang Sena sambil matanya berkaca-kaca.

Sena tak menyangka sahabat dekatnya, sejak kecil pergi selama-lamanya. Undangan perayaan ulang tahun yang disampaikan Susan kepadanya belum dipenuhi. Hanya sebuah wujud yang tak bernyawa ditemukan dalam sebuah pembaringan.

Firlencia penerima pesan dari Susan mengaku antara sadar dan mimpi ketika menerima telepon seluler dari Susan, korban longsor di Perumahan kesehatan Dok II Jayapura.

“ Waktu itu, saya hanya jawab ya, ya, saja, “ ungkapnya.

Setelah pukul 04.00 WIT, Fielencia sadar, bahwa ia menerima telepon seluler dari sahabat adiknya.

Hans Imbir, salah seorang Jemaat Gereja Betlehem Perumahan kesehatan Dok II Jayapura mengaku menerima sebuah pesan yang memberitahukan longsor dan minta ijin di sekolah pada pagi hari.

Tetapi ketika ia mencoba menghubungi telepon seluler (HP) milik Susan sudah tidak terhubung.

“ Saya telepon sekitar pukul 10.00 WIT, tapi HPnya sudah tidak bisa dihubungi. Kalau bisa waktu itu mau saya iasikan pulsa untuk komunikasi

Upaya yang dilakukan tim satuan koordinasi dan pelaksana (Satkorlak) penanggulangan bencana alam tak berhasil menyelamatkan Susan yang berada dalam reruntuhan bangunan dan timbunan longsor.

Padahal, sebelumnya Susan sempat meminta bantuan kepada orang-orang terdekat mengenai keberadaannya di dalam timbunan itu. Susan saat longsor berada dalam kamarnya, ruangan yang ditempatinya beruntung tidak runtuh meremukkan tubuhnya. Namun dewi fortuna, pemebawa keberuntungan belum berpihak kepadanya. Ia diduga kehabisan oksigen ketika berada dibawah longsoran tanah. Pertolongan yang dinantikannya tak kunjung tiba.

Dalam suara terakhirnya, ia yakin, masih ada secercah harapan untuk kembali ke Sekolah berkumpul bersama teman-teman. Tapi, gelap tiba-tiba datang. Harapannya suram. Tuhan Berkehendak lain dalam kehidupannya. Sesaat beberapa Jam setelah merayakan Ulang tahunnya. Ia harus pulang ke tempat asal dari mana ia datang. Tubuh Susan terbujur kaku ketika diketemukan Tim Satkorlak.

News : Gubernur: Longsor Akibat Kawasan Penyanggah Dirusak

JAYAPURA- Bencana longsor yang terjadi pada Selasa (15/1) dini hari, di perumahan kesehatan Dok II Jayapura akibat kawasan penyanggah dari gunung Cycloop yang dirusak oleh manusia.

“ Pemerintah Kota Jayapura harus melihat tata ruang kota, hutan-hutan sebagai kawasan penyanggah dirusak. Itu sumber malapetaka, “ kata Gubernur Barnabas Suebu di Gedung Negara Jayapura, Rabu (16/1).

Bas mengatakan, jika bangunan liar dan kompleks perumahan di perbukitan diberi ijin terus berlangsung maka seluruh masyarakat yang bermukim di daerah Kota Jayapura akan mengalami malapetaka lebih para dari peristiwa sebelumnya.

“ Aturannya ada, tetapi tidak ditegakkan. Sehingga bangunan berkembang begitu rupa, “ ujarnya.

Sistem Drainase

Selain itu, Bas juga menyebutkan, banjir yang terjadi di Kota Jayapura bersaman dengan peristiwa longgsor juga disebabkan sistem drainase yang tidak berfungsi baik.

“ Ini lucu kalau kota yang berada di lereng gunung dan berdekatan dengan laut bisa mengalami banjir, “ katanya.

Padahal, sistem drainase pada zaman penjajahan Belanda, di daerah bambu kuning, Polimak, berfungsi sangat baik dan terdapat pembuangan air yang berakhir ke laut. Namun saat inidrainase itu telah ditutup dengan bangunan baru.

Demikian halnya, aliran sungai yang berada di APO. Sungai kecil yang bermuara ke Dinas Perhubungan Provinsi Papua tertutup dan air menggenagi Kantor Bank Indonesia (BI).

Siapkan Kota Baru

Sementara itu, untuk jangka panjang pemerintah berencana menyiapkan pemukiman baru, ke arah koya sebelah selatan Danau Sentani.

“ Saat ini sedang dibuat perencanaan infrastruktur dan Master Plan , “ kata Bas.

Awalnya, kota Jayapura dirancang oleh Belanda pada waktu itu berkapasitas 30 ribu orang. Seluruh sistm kota ini direncanakan mulai dari hutan,air minum, listrik, dan drainase yang digunakanuntuk mlayani masyarakat.

Puluhan tahun kemudian, pertumbuhan penduduk bertambah 10 kali lipat yang berjumlah 215 ribu dengan kenaikan 15 persen. 10 tahun ke depan daya lingkungan di Kota Jayapura tidak mencukupi untuk menampung populasipenduduk. (ti)

Rabu, Januari 16, 2008

Headline : Longsor Benamkan 11 Orang

Akibat lereng bukit dijadikan lahan kebun pisang

JAYAPURA – Bencana tanah longsor yang membenamkan 11 orang melanda Kompleks Kesehatan, belakang RSUD Dok II, RT 02 RW 06, Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara, Selasa (15/1) dini hari sekitar pukul 01.00 Wit. Sebelas orang yang terbenam ini tewas tertimbun tanah, sementara lima orang selamat hingga kini kondisinya masih kritis.

Korban yang tewas antara lain, Rudy Serang (35), Yefedika Serang (8 Bulan), Yully Febary (26), Frengki Abidondifu (15), Novelin Marantika (18), Susana Marantika (12), Karel Faidiban (70), Merry Faidiban (25), Gabriel Faidiban (2), Filo Awom (25), Yeremika Serang (8).

Sementara lima korban kritis yang dirawat di ruang ICU yakni Femi Fotu (32) istri korban tewas Rudi Serang, dan anaknya Jessica Serang (8), Nasan Abidondifu (15), Reynold Marantika (15), dan Enol Marantika.

Umumnya, para korban tewas setelah terjebak didalam reruntuhan bangunan, yang tertutup lumpur. Sebab saat kejadian hujan turun dengan deras disertai guntur dan kilat sejak sore, dimana para korban sedang tertidur lelap sehingga, mereka tidak sempat menyelamatkan diri saat longsor datang menerjang.

Tanah longsor berasal dari gunung yang berada persis di belakang deratan rumah yang dihuni empat Kepala Keluarga (KK) yakni keluarga Abidondifu, Faidiban, Serang, dan Marantika. Akibat gunung yang sudah dialihfungsikan menjadi lahan kebun pisang, membuat tanah tidak lagi mampu menyerap air.

Proses evakuasi melibatkan 4 Satuan Setingkat Kompi (SSK) gabungan TNI dan Polri, dibawah pimpinan langsung Komandan Kodim 1701/Jayapura, Letkol Kav. Napoleon dan Kapolresta Jayapura AKBP Robert Djoenso. Lima unit eskavator diturunkan, untuk membantu proses evakuasi para korban.

Kronologis Kejadian :

Selasa (15/1) Pukul 01.00 Wit, Terjadi Longsor menimpa empat rumah yang dihuni 4 KK yakni keluarga Faidiban, Abidondifu, Saerang, Marantika. 16 penghuninya tertimbun longsor, namun 5 diantaranya selamat dan berhasil dievakuasi warga ke RSUD Dok II, meski hingga kini kondisinya kritis. Sementara 11 orang lainnya masih tertimbun longsor

Proses evakuasi yang dilakukan warga tidak dilanjutkan akibat hujan deras dan cuaca gelap.

Pukul 06.00 Wit tim gabungan Polri dan TNI (Polresta, Polda, Brimob, Marinir, Kodam XVII/Cendrawasih dan Kodim 1701/Jayapura, tiba di lokasi kejadian, dengan dibantu dua eskavator berukuran kecil, aparat berhasil mengevakuasi lima jenasah yakni Rudi Saerang, Jeremika Saerang, Frengky Abidondifu, Novelyn Marantika.

Pukul 10.00 Wit, Wakil Gubernur, Alex Hesegem dan Kapolda Papua Irjen Pol. Max Donald Aer, meninjau lokasi tanah longsor dan melayat para korban di kamar mayat.

Di kesempatan itu, Wagub Alex Hesegem memberikan bantuan Rp 5 Juta, untuk pendirian dapur umum.

Pukul 11.00 Wit Giliran Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Haryadi Soetanto meninjau lokasi kejadian, disusul para pejabat terkait baik dari Pemerintah Kotamadya Jayapura,maupun dari Provinsi Papua.

Pukul 13.30 Empat jenasah korban, yakni Gabriel Faidiban (2), Merry Faidiban (25), Yuli Febary (25), dan Susan Marantika (12) ditemukan di bagian belakang rumah keluarga Faidiban.

Pukul 14.00 Jenasah bayi Jefedika Saerang (8 Bulan) ditemukan di halaman rumahnya.

Pukul 15.00 Jenasah Filo Awom (25) ditemukan

Pukul 17.15 Jenasah Karel Faidiban (70) ditemukan. Selanjutnya para jenasah disemayamkan di gereja GKI Jemaat Betlehem RSUD Dok II Jayapura, untuk diadakan dan penghormatan dari pihak rumah sakit. (cr-02/rin)

Feature : Suara Penuh Harap itu Berujung Maut (1)

Longsor yang melanda empat unit rumah dan merenggut sebelas nyawa manusia di kompleks Kesehatan RSUD Dok II, Kelurahan Bhayangkara, Distrik Jayapura Utara menyisakan trauma yang tak terlupakan. Susan Marantika (12), Siswa SMP Kalam Kudus sebelum maut menjemputnya sempat mengirimkan sebuah pesan kepada sahabatnya melalui telepon selulernya.

Oleh : Defrianti


Puluhan perumahan kesehatan RSUD Dok II Jayapura terlihat berjejeran dan saling berhadapan rapi. Letaknya tak jauh dari Rumah Sakit terbesar milik Pemerintah daerah Provinsi Papua. Dari kompleks tersebut, disuguhkan pemandangan panorama laut yang berada di Kota Jayapura, udara pun terasa sejuk.

Kompleks yang berada diketinggian itu, jarang dilalui kendaraan. Sebab letaknya jauh dari pusat keramaian lalu-lintas.

Tetapi sejak dini hari, perumahan itu, telah sesak dengan kerumunan orang dari berbagai profesi. Kendaraan pun padat, di setiap ruas jalan menuju kompleks perumahan kesehatan tersebut. Suara tangis dan sirene mobil ambulance terdengar meraung raung di antara kerumunan banyak orang.

Empat unit rumah yang berada di kompleks tersebut, menjadi perhatian setiap orang. Bagian belakang dari bangunan yang masih berdiri terlihat hancur berantakan. Disisi kanannya, tertumpuk perabotan rumah tangga seperti sofa, meja, piring, gelas dan kasur yang dipenuhi lumpur. Sedangkan bagian depannya dari tiga rumah disisi kiri tertutup tanah, yang terlihat hanya bagian atas dari bangunan itu.

Bunyi petir menggelegar disertai hujan dan angin kencang pada Senin malam (14/1), lalu tiba-tiba terdengar suara desiran seperti air mendidih datang menghantam perumahan di Kampung Tinggi dan menelan puluhan orang yang menghuni rumah itu.

Sebuah peristiwa yang mengundang perhatian banyak orang di hari Selasa. Tidak ada seorang pun yang menyangka peristiwa bencana alam akan datang pada pukul 24.00 WIT. Hampir seluruh warga yang mendiami kompleks kesehatan terlelap. Sunyi memang, suasana malam itu, kendati masih ada sebagian orang mengobrol dan menonton televisi, sambil berjaga-jaga melewati malam yang tak bersahabat.

Sebagian orang yangmendengar suara desiran seperti air mendidih berlari keluar dari rumah sambil berteriak minta tolong namun warga yang berada di perumahan tersebut masih tertidur nyenyak.

“ Waktu mendengar suara , saya langsung keluar rumah dan minta tolong tapi sunyi sebagian orang masih tidur, “ kata korban yang selamat Karel Rumrawer.

Setelah beberapa menit berteriak, pemuda yang berada di kompleks tersebut mulai membantu menolong korban lainnya.

“ Petugas baru tiba di Tempat Kejadian Perkara, beberapa jam kemudian, “ tambahnya.

Selain Karell, korban yang selamat dari longsor tersebut berjumlah lima orang antara lain,Femi Fotu (32), Yesika Serang (6), Nasan Abidandifu (15) dan Enoi Marantika (17). Kelima korban, saat ini sedang dirawat Di RSUD Dok II Jayapura.

Sedangkan Korban yang tewas akaibat longsor yaitu, Filo Awom (25), Susan Marantika (12) Karel Faidiban (70), Merry Faidiban (25), Gabriel Faidiban (2 tahun) dan Jefedika Seram (6 bulan).

Susan sempat mengejutkan beberapa orang yang hadir di tempat kejadian tersebut. Dari timbunan tanah, Susan masih menggemgam teleponnya dan mengeluarkan suara diantara reruntuhan berharap sang waktu menahan lajunya agar bergerak lamban di hari itu. Susan masih meninggalkan secercah harapan agar Ia bisa kembali ke Sekolahnya.

“ Kak longsor, tanah sekeliling mengeras, saya tertimbun tanah longsor, tolong ijin di sekolah” kata-kata tersebut merupakan ucapan terakhir dari korban sebelum maut menjemput akibat tertimbun tanah longgsor di perumahan Kesehatan RSUD Dok II Jayapura Susan Marantika (12) melalui telepon selulernya kepada sahabatnya Firlencia sebelum maut merenggut nyawanya. Susan adalah pelajar SMP Kalam Kudus yang tertimbun longsor tanah dari perbukitan dibelakang rumahnya. Beberapa jam setelah peristiwa bencana alam, ia sempat menghubungi sahabatnya Firlencia melalui telepon selulernya.

Namun sayangnya, ketika petugas menemukan Susan diantara timbunan tanah, ia tidak menghembuskan nafas lagi. Susan pergi untuk selama-lamanya, tetapi ia masih mengingat pendidikannya yang masih dipersimpangan. (bersambung)

News : Sayang Nyawa, Jangan Bangun Rumah di Lereng


Awan Besar Menyelimuti Jayapura Bisa Berujung Longsor

JAYAPURA – Bila sayang terhadap nyawa, waspadalah terhadap bangunan rumah di lereng-lereng perbukitan. Musim penghujan dengan cuaca yang tak ramah bisa berujung pada longsor yang mengakibatkan nyawa hilang.

Kewaspadaan ini perlu dimunculkan setelah terjadi longsor yang mengagetkan di Kompleks Kesehatan, belakang RSUD Dok II Jayapura. Terlebih dengan kondisi pertanahan di Jayapura yang banyak dikelilingi perbukitan.

Kepala Bidang Data Informasi Badan Meteologi dan Geofisika (BMG) wilayah V Provinsi Papua, Ahmad Mujaihidin mengingatkan, dengan intensitas curah hujan yang sangat tinggi saat ini memungkinkan bencana longsor terjadi. Bahkan hingga April, kondisi ini masih menyelimuti kota Jayapura dan juga Papua.
“Dari bulan Januari hingga Bulan April cuaca di Papua umum dan khususnya di Jayapura akan menunjukkan awan besar yang dapat menimbulkan hujan dengan intensitas hujan yang lebat,” ungkap Ahmad.
Curah hujan sepanjang 4 bulan ke depan dikatakan Ahmad mencapai 50 mm per detik.
“Pada hari kejadian longsor [di belakang RSUD Dok II Jayapura] curah hujan mencapai 190 milimeter per detik. Wajar bila bisa mengakibatkan longsor,” kata Ahmad.
Dengan cuaca seperti ini, Ahmad kembali mengingatkan warga untuk waspada.

Jangan Bangun Rumah di Lahan Kritis

Sementara itu, Wakil Gubernur Provinsi Papua Alex Hassegem mengingatkan warga untuk tidak meminta ijin ke pemerintah membangun rumah di lereng-lereng dan lahan kritis lainnya. Pemerintah sendiri diingatkan Wagub untuk tidak memberikan ijin ke warga.

“Jayapura ini dihiasi rumah-rumah ibarat taman bunga, sehingga pemerintah kotamadya jangan kasih surat ijin membangun rumah didaerah yang sangat rawan itu. Sebab sangat berbahaya dan pemandangan yang manakutkan,” katanya.

Wagub mengingatkan ke warga untuk menjadikan pelajaran kejadian longsor di belakang RSUD Dok II Jayapura yang menewaskan 11 orang.

“Ini pelajaran bagi kita untuk tidak lagi membangun rumah di kemiringan gunung dan dilereng gunung.”

Sedangkan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjend Haryadi Soetanto menyayangkan kurangnya sosialisasi pemerintah kepada warga yang menghuni rumah di lereng-lereng gunung. Pangdam yang meninjau anak buahnya dalam mengevakuasi korban longsor menyalahkan orang-orang yang tidak ramah terhadap lingkungan dan alam.

“Bencana ini juga ulah dari manusia sendiri,” kata Pangdam. (cr 02/rin)