Sabtu, Januari 26, 2008

Headline : Ketemu Gus Dur, DAP Tolak PP 77 2007


JAKARTA – Dewan Adat ramai-ramai datang ke Jakarta mencari Gus Dur. Dihadapan Gus Dur, Dewan Adat menyampaikan penolakannya atas Peraturan Pemerintah nomor 77 tentang lambang daerah yang melarang Bendera Bintang Kejora dijadikan lambang. Dewan Adat juga menyampaikan ke Gus Dur atas keberatannya terhadap rencana pembangunan pangkalan peluncuran satelit di Biak.
“Gus Dur langsung menanggapi kalau seharusnya pemerintah terlebih dulu membicarakannya dengan masyarakat adat sebelum menerbitkan peraturan tersebut dan saat merencanakan pembangunan pangkalan peluncuran satelit di Biak,” kata Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yoboisembut saat dihubungi wartawan Bintang Papua melalui telepon selularnya.
Dewan Adat Papua mendatangi Jakarta juga bersama-sama dengan Dewan Adat Biak, Yan Piter Yarangga. Berangkat ke Jakarta sejak beberapa hari lalu, baru Kamis (24/01) ketemu dengan Gus Dur.
“Kami belum sempat berbicara banyak dengan Gus Dur, karena jadwal beliau padat sekali, apalagi beliau baru saja selesai cuci darah,” kata Forkorus.
Forkorus hanya sempat ketemu dan bicara dengan Gus Dur selama 5 menit.
“Memang waktu yang sedikit, tapi ternyata kami telah mendapat dukungan dari mantan presiden Indonesia yang mengerti dengan masyarakat Papua,” katanya.
Selain mencari Gus Dur, Dewan Adat juga datang ramai-ramai ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Disana mereka ketemu dengan anggota DPD dari Provinsi Papua.
“Kami menyampaikan beberapa hal ke anggota DPD soal pemekaran dan terakhir PP yang melarang Bintang Kejora dijadikan lambang daerah.”
Dan, apa tanggapan DPD?
“Mereka justru menyalahkan pemerintah yang telah memekarkan provinsi di Papua serta telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan Bintang Kejora sebagai lambang daerah,” jawab Forkorus.
DPD, kata Forkorus, menganggap pemerintah telah melanggar hukum yang dibuatnya sendiri.
“Pemekaran semestinya dari undang-undangnya perlu mendapat persetujuan dari Majelis Rakyat Papua dan DPR Papua. Tapi kenyataannya pemerintah [Megawati, saat itu] justru menerbitkan instruksi presidennya untuk membentuk Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah,” pungkasnya.
Sementara DPD RI sendiri menyatakan penolakannya atas terbitnya PP nomor 77 tahun 2007. DPD akan berupaya untuk mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencabut peraturan tersebut.
"Kami minta untuk dicabut! Kalau tidak Indonesia sendiri menyuruh orang Papua keluar dari RI," ujar anggota DPD dari Papua, Ferdinanda Ibo Yatipay, seperti dikutip okezone dalam situsnya. (ab)

News : SRIWIJAYA FC 60 % vs 40 % PERSIWA

Tipis, Tapi Tetap Ada

Laga penentu menuju semi final

JAYAPURA – Perjuangan Persiwa Wamena pada babak delapan besar group A Liga Djarum Indonesia XIII tahun 2007 akan ditentukan nasibnya pada Sabtu (26/1) petang nanti saat menghadapi pimpinan group A Sriwijaya FC. Peluang anak asuh Djoko Susilo ini sangat tipis, bahkan, boleh dibilang hanya keajaiban saja yang bisa meloloskan Persiwa ke semi final Liga XIII tanggal (6/2) mendatang di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Memang, untuk bisa menembus semi final bukanlah hal mudah, tidak hanya tembus, tetapi memenangkan partai ini saja dianggap cukup berat. Secara materi, Sriwijaya FC masih diatas Persiwa, selain itu mereka juga memiliki kans paling besar untuk menggapai tangga semi final.
Untuk mencoba peruntungan itu, sore nanti Persiwa diharuskan mampu mengoptimalkan setiap kesempatan, artinya, jika memang ada peluang dan kesempatan, jangan lagi Pieter Rumaropen cs gagal mencetak gol, sebab, hanya dengan mencetak gol lebih dulu maka permainan akan semakin seru. Oleh sebab itu, Djoko Susilo meminta kepada para punggawa tim supaya tetap konsen dan jangan panik ketika mendapat tekanan dari Sriwijaya FC.
“Peluang kami memang tipis, tetapi dalam sepak bola semua masih bisa terjadi, saya tetap menginstruksikan pemain agar tidak panik ketika mendapat tekanan, sebab, dalam dua pertandingan sebelumnya pemain tidak konsentarsi saat kami mendapat tekanan,” tutur Djoko saat dikonfirmasi Bintang Papua semalam. Bila melihat kekuatan Persiwa saat ini, mereka memiliki massa recoveri yang lumayan bagus, yakni, bisa istirahat sampai dua hari. Namun, hingga kemarin semua media lokal maupun nasional masih lebih menjagokan Sriwijaya FC ketimbang Persiwa Wamena, menurut mereka, Persiwa tetap saja masih kalah kelas dari Sriwijaya FC, kondisi tak membuat anak-anak Badai Pegunungan Tengah-julukan Persiwa ini jadi kendor semangat, mereka malah termotovasi untuk bisa mengimbangi atau bahkan mengalahkan skuad besutan Rahmad Darmawan itu.
Jika Persiwa ingin lolos, minimal mereka memenangkan pertandingan dengan skor 2-0, itu pun dengan catatan Arema Malang kalah, jika Arema yang menang, malah bakal ramai soal siapa tim yang lolos ke semi final. Persiwa sendiri tak boleh kalah, bahkan, misi kemenangan menjadi amunisi utama untuk menghentikan semua pendapat publik. (gol)

News : Stop Bunuh Orang Papua Dengan Bintang Kejora!



JAYAPURA—Sekretaris Pokja Agama pada lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP), Pene Ipi Kogoya, S.Pd menilai, Bintang Kejora yang selama ini dijadikan sebagai lambang daerah telah menelan ratusan korban jiwa rakyat Papua karena ada stigma-stigma politik dari pihak-pihak tertentu yang sengaja dilempar untuk memperkeruh situasi.
Karena itu, sebagai salah seorang anggota MRP yang bertugas memperjuangkan hak-hak dasar orang Papua, Pene meminta semua pihak, baik Pemerintah Pusat, DPR, Pemprov Papua, DPRP dan aparat penegak hukum untuk tidak memandang masalah Bintang Kejora secara fragmentaris melainkan komprehensif dan menyeluruh dari berbagai aspek dan berhenti menggunakan perangkat politik tersebut untuk membunuh rakyat Papua.
“Saya menegaskan, stop bunuh orang Papua dengan Bintang Kejora, karena semua ini sudah diatur dalam UU Otsus No 21 Tahun 2001. Dan semua pihak seharusnya melihat lambang daerah dalam bingkai UU Otsus tidak secara sepotong-sepotong, karena basis dari UU Otsus sebenarnya adalah hak-hak dasar orang Papua, termasuk penggunaan Bintang Kejora sebagai lambang kultural,” tegas Pene.
Menurut Pene, masalah Bintang Kejora terlalu dilihat miring sebagai lambang politik separatis. Padahal, akunya, kaum separatis Papua yang tergabung dalam gerakan OPM adalah rakyat Papua yang telah ikut menikmati dana Otsus sejak 2001, yang tentunya sadar akan kecintaannya pada NKRI. Sebab gerakan separatis berkaitan erat dengan permasalahan hak-hak dasar orang Papua seperti pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang belum dinikmati sepenuhnya.
“Dalam UU Otsus Bab 1 Pasal 1 sudah tertuang dengan jelas bahwa Bintang Kejora dipakai sebagai Lambang Daerah, bukan lambang kedaulatan. Memang kita kuatirkan bawah spirit masyarakat, masih seperti pra Otsus bahwa ia tetap diartikan sebagai lambang kedaulatan, tetapi kita berupaya mengarahkan agar perangkat ini dipahami sebagai lambang kultural Papua melalui bingkai Otsus,” ungkapnya.
Pene juga menjelaskan, pihak MRP Oktober lalu telah mengajukan draf Perdasus tentang Penggunaan Bintang Kejora yang telah digodok DPRP namun belum disahkan hingga kini. Pene yang ketika itu duduk sebagai Wakil Ketua Pansus Bidang Pengkajian Draf Perdasus tersebut berharap, dengan adanya Perdasus tersebut, stigma politik negatif terhadap Bintang Kejora bisa dihilangkan dan bencana pertumpahan darah yang ditimbulkannya dihentikan.“Salah satu butir draf Perdasus yang diajukan ialah bahwa pada setiap 1 Desember, masyarakat Papua boleh menaikkan Bintang Kejora sebagai lambang kultural di beberapa sentimeter dari bendera merah putih, selain itu boleh dinyanyikan lagu Hai Tanah Papua. Saya berharap ketakutan psikologis kalangan tertentu akan adanya pemaknaan lambang ini sebagai kedaulatan bisa dihindari karena semuanya sudah terjabar dalam UU Otsus,” tegas Pene. (gus)