Jumat, Desember 21, 2007

News : Informasi, Vaksin Ampuh Atasi HIV/AIDS

Vaksin Ampuh Atasi HIV/AIDS

JAYAPURA– Informasi yang diberikan secara terus menerus ke masyarakat merupakan vaksi yang ampuh untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS. Hal tersebut ditegaskan Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Daerah(KPAD) Papua, drh. Constant Karma kepada Bintang Papua Rabu (19/12), di ruang kerjanya di Sekretariat KPAD Provinsi Papua Jl. Kesehatan No.2 Dok II Jayapura.
“Informasi yang terus menerus merupakan vaksin yang ampuh untuk mencegah virus HIV/AIDS” tegas Karma. Ketua KPAD Papua menjelaskan bahwa sampai saat belum ditemukan vaksin yang bisa membunuh dan mengeliminir virus HIV secara total. Solusinya ialah pemberian informasi mengenai HIV yang tepat, benar, dan secara terus menerus kepada masyarakat. Harapannya adalah setelah masyarakat memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang HIV/AIDS maka ada perubahan perilaku didalam masyarakat itu sendiri sehingga dari hari ke hari jumlah penderita HIV/AIDS dapat diminimalisir. Saat ini informasi mengenai HIV dan AIDS sudah dibuat kedalam bahasa-bahasa suku di Papua dan yang baru ada saat ini hanya dalam beberapa bahasa suku dan diharapkan ke depan informasi mengenai HIV dan AIDS sudah dapat dibuat dalam semua bahasa suku yang ada di Tanah Papua.
Ketua KPA Provinsi Papua mengatakan bahwa ada dua tugas besar yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Tugas pertama adalah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Tugas ini diemban oleh KPA dan lembaga mitra serta media, baik cetak maupun elektronik. Lalu tugas kedua adalah tugas pelayanan kesehatan yang diemban oleh rumah sakit serta Dinas Kesehatan yaitu pencegahan, perawatan dan dukungan, serta pengobatan.
Karma selanjutnya menjelaskan tentang perkembangan pencegahan dan penanggulangan HIV yang telah dicapai oleh KPA Provinsi Papua sampai saat ini. Dimana sekitar 80 % sudah terbentuk KPA di tingkat kabupaten dan kota seprovinsi Papua kecuali Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Mamberamo Raya. Menurut Karma belum terbentuknya KPA di keempat kabupaten ini karena masalah intern kabupaten dimaksud serta kasus HIV dikeempat kabupaten ini masih rendah. “Tetapi bukan karena kasusnya masih rendah lantas tidak segera dibentuk KPA” lanjutnya. Kemudian untuk Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura sudah ada KPA tingkat distrik dan KPA Provinsi Papua sendiri sudah mempunyai Rencana Strategis (RENSTRA) tahun 2007 – 2011 untuk Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Tanah Papua. Selain itu draft akhir Peraturan Daerah (Perdasi) Papua telah dibahas bersama oleh pihak DPR, Pemerintah Daerah, KPA, dan Foker LSM Papua dengan substansi utama pencegahan dan penanggulangan HIV serta perubahan Komisi Penanggulangan AIDS menjadi Badan Penanggulangan AIDS. Dengan perubahan ini maka penanganan masalah HIV dan AIDS di Tanah Papua akan menjadi perhatian utama para elit politik baik legislatif maupun eksekutif “Orang akan berebutan untuk mengurus masalah HIV dan AIDS karena institusi yang menangani HIV dan AIDS sudah berubah menjadi badan bukan komisi lagi” tegas pria enerjik ini.
Selain itu ada beberapa daerah yang sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS yakni Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. KPA Provinsi Papua juga sudah mengadakan surveilance terpadu HIV dan Perilaku tahun 2006 yang memberikan gambaran yang jelas tentang prevalensi HIV dan perilaku seks masyarakat di Tanah Papua. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS KPA Provinsi Papua didukung oleh 8 lembaga donor dan 36 LSM yang memberikan dukungan yang sangat nyata dan sangat sinergis untuk pencegahan dan penaggulangan HIV dan AIDS di Tanah Papua.Pokja Media KPA juga telah membangun jaringan komunikasi yang luas melalui radio (FM), TV lokal dan media cetak sampai ke kampung-kampung. KPA juga telah mengadakan pelatihan Integrated Management of Adult and Adolescent Illness (IMAI) dimana telah mencapai 45 Puskesmas untuk VCT, Konselor dan Manajer Kasus sehingga sudah ada klinik VCT dan Konselor di seluruh rumah sakit di Tanah Papua.
Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat melalui Gubernurnya memberikan respon yang positif sebagai pemimpin untuk upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Tanah Papua. KPA Provinsi Papua juga telah mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Papua New Guinea dalam Border Liaison Meeting (BLM) dan Joint Border Commission(JBC) untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS antar kedua daerah tetangga yang mendiami satu pulau.
Karma lalu berkomentar mengenai temuan Pdt. Ruth Manurung bahwa salah satu suku terasing Suku Koroway yang mendiami wilayah perbatasan Kabupaten Keerom dan Kabupaten Pegunungan Bintang yang menurut dugaannya telah terinfeksi virus HIV. “Untuk bisa memastikan apakah seseorang terinfeksi virus HIV atau tidak hanya melalui tes darah, bukan dengan menduga-duga seperti itu” tegasnya. Tetapi Karma membenarkan adanya kemungkinan itu, mengingat fakta di lapangan ada penduduk lokal yang disuruh mencarikan kayu gaharu lalu ditukarkan dengan kepuasan seks.
Dr. Barry Wopari, dari Bagian Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan Provinsi Papua ketika dikonfirmasi mengenai temuan ini mengatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi tentang hal ini dari Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom.
Selanjutnya menurut Karma kendala paling utama yang mereka hadapi selama ini adalah masalah sumber daya manusia (SDM). “Kalau SDM-nya baik maka seseorang akan lebih cepat tahu apa yang harus dilakukan” jelas Karma.KPA sampai saat ini belum memiliki tenaga yang ahli di bidang ini. Untuk menyikapi ini maka KPA melakukan Training of Trainers (TOT) sesuai bidang kerja. Kendala berikut adalah masalah dana. Menurut Karma, dana yang mereka butuhkan sering datang terlambat. Sesuai informasi bahwa pendanaan untuk KPA telah diatur dalam Peraturan Presiden No. 75 tahun 2006, dimana dalam Bab V Pasal 15 Ayat 2 disebutkan bahwa : Semua biaya yang dibutuhkan bagi pelaksanaan tugas Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dibebankan kepada Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Provinsi. “Sumber pendanaan kami adalah APBD, tetapi sering terlambat” ujarnya. Karma lebih lanjut mengatakan bahwa sudah setahun staf KPA belum mendapatkan gaji karena keterlambatan ini.
Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS (per 30 September 2007) sudah mencapai angka 3434. Dimana kelompok usia produktif ( umur 20-29 tahun) yang paling banyak terinfeksi. Sedang menurut jenis kelamin kelompok pria menduduki peringkat teratas dengan jumlah penderita HIV/AIDS 1774 orang dan kelompok resiko heteroseks 3188 orang. Kabupaten Mimika menduduki peringkat teratas diantara 5 besar penyebaran HIV / AIDS dengan jumlah penderita 1382, disusul Kabupaten Merauke dengan jumlah penderita 934, Kabupaten Biak dengan jumlah penderita 342, Kabupaten Nabire dengan jumlah penderita 307, dan Kota Jayapura dengan jumlah penderita 205 orang.
Karma menghimbau kepada masyarakat untuk mencari infrormasi yang tepat dan benar sehingga memudahkan mereka untuk menjaga diri terhadap virus HIV dan AIDS dan jangan mendiksriminasikan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Di tahun 2008 mendatang KPA akan semakin gencar untuk memberikan informasi kepada masyarakat sampai ke seluruh pelosok Tanah Papua tentang pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta akan lebih mengoptimalkan pelayanan kesehatan masyarakat. (cr-1)

1 komentar:

JAYAPURA SUPPORT GROUP mengatakan...

Benar Informasi yang baik dan benar adalah vaksin yang ampuh atasi HIV-AIDS. Tetapi apakah disadari oleh KPA Provinsi maupun KPA Kota Jayapura (di Jayapura) bahwa banyak informasi yang ber"label" KPA Kota/KPA Provinsi berisikan Stigmatisasi dan Buruk akan Informasi HIV-AIDS. Sebagai contoh Baliho di depan Lapangan Bola di Abepura - yang seolah menstigma orang yang terinfeksi HIV adalah orang yang tidak kudus-baliho ini terpancang hampir setahun penuh dengan stempel WVI-KPA Prov.Papua dan KPA Kota Jayapura. Coba lihat lomba melukis tentang HIV ditembok Stadion Mandala, yang disponsori oleh salah satu LSM dan diketahui KPA Kota Jayapura - Gambar tengkorak,penistaan, miras ... menstigmatisasi pencegahan dan penanggulang HIV-AIDS. Walau pun mendapatkan kritik yang tajam, tetap saja gambar-gambar tersebut terpajang (tidak dihapus). Bagaimana dengan leaflet Kondom yang disebarkan di Lapangan Mandala, dengan menggambarkan kondom yang habis dipakai - lalu dibakar. Apakah informasi-informasi ini dianggap sebagai informasi yang baik dan benar? Atau KPA Prov dan KPA Kota takutkehilangan honor dari lembaga donor asing..??? Wahhh...!!!
Saya sedih kalau Pak Karma sebagai salah satu pentolan aktivis AIDS di papua setuju kalau KPA di jadikan Badan (bukan Komisi) - dan dengan alasan orang akan berebut "peduli dengan persoalan HIV".
Saya ingin menanggapi , sebagai berikut:
1. The way of thinking - Pak Karma sebagai aktivis AIDS sudah menyimpang. Jika karena KPA menjadi Badan orang berebut jabatan, maka itu bukan gambaran kepedulian. Tapi gambaran Komoditi HIV-AIDS di Papua. Seharusnya Pak Karma merasa sedih, karena yang diobjekkan adalah penderitaan orang Papua itu sendiri, disisi lain Pak Karma juga harus sedih .. karena keinginann itu adalah gambaran kegagalan KPA dalam mengkoordinasikan semua komponen untuk terlibat dalam penanggulang HIV-AIDS di tanah yang kita cintai ini.
Hal yang menyedihkan, bagai kerbau yang dicocok hidungnya.. KPA menurut saja ketika LSM Donor - memilih orang Jakarta untuk membenahi KIE di Papua , yang mana sama sekali buta tentang persoalan KIE di Papua. Menyedihkan...!!! Dan saya percaya untuk 2-3 tahun ini tidak akan ada perubahan yang signifikan dari harapan perbaikan KIE HIV-AIDS di Tanah Papua, jika tanpa intervensi teman-teman Lokal yang berkompeten di dalam penanggulangan HIV-AIDS di Papua.
2. Jika Foker LSM Papua menyetujui pergantian Komisi menjadi Badan - saya bisa paham, karena Fokker LSM Papua mempunyai pemahaman yang dangkal tentang persoalan HIV-AIDS diPapua (setidaknya sampai komentar ini saya tuliskan). Pokja HIV-AIDS di Foker LSM Papua yang dipimpin Sdr. Tahi Butar-butar merupakan gambaran komoditi HIV-AIDS di Papua. Sebagai contoh, Kasus Pengusiran 40 (an?) Odha di salah satu hotel Manokwari dalam rangka "Pemaksaan" Pembentukan Jaringan Odha di Papua yang tampak sangat komoditis baik dalam Proposal maupun implementasi. Jauh sebelumnya adalah jika kita masih mengingat kasus Buah Merah yang merengut nyawa saudari kita Agustina Saweri yang dieksploitasi oleh Pak Made yang merupakan kerjasama LSM yang dipimpin sdr.Tahi Butar-butar sebagai pimpinan YPKM. Representasi butar-butar sebagai ketua pokja HIV-AIDS di Foker LSM semata bukan karena kemampuan / capability di bidang HIV-AIDS tapi semata karena senioritas diantara "adik-adik" angkatannya di Foker LSM.
Nah.. inilah gambaran kesedihan saya dengan pemberitaan tersebut. Apalagi jika mengingat rendahnya kualitas advokasi KPA Provinsi Papua terkait Raperdasi HIV-AIDS. Menjadi maklum, KPA yang minus pengetahuan HIV menjadi "sumber" penghidupan teman-teman yang menyatakan diri AKTIVIS di LSM-LSM Papua.
3. Satu gambaran nyata, adalah apakah yang sudah dilakukan kelompok Stop AIDS Now (SAN) Papua sesuai dengan besaran budget yang mereka bagi-bagikan??? Menyedihkan.
Mari kita perangi HIV-AIDS tanpa menari di penderitaan orang lain.

Pengirim,
Robert Sihombing,S.Sos.
Alamat: JSG, JL.Ayapo No. 12 Kamp Cina Abepura-Jayapura.
Telp: (0967) 585116 , Fax: (0967) 585667 HP. : 081248387877
e-mail: jsg_jayapura@yahoo.com / robert.jsg@gmail.com